Text
Analisis Yuridis Tindak Pidana Korupsi Dalam Bentuk Gratifikasi Seksual
Sebuah masalah yang muncul dan menimbulkan perdebatan adalah
tentang gratifikasi seksual, yang sering dipertanyakan apakah dapat
dianggap sebagai tindak pidana korupsi. Pemberian layanan seksual tidak
termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi menurut undang-undang
yang ada, karena hingga saat ini belum ada regulasi yang secara jelas
mengatur soal gratifikasi seksual. Namun, beberapa pihak berpendapat
bahwa gratifikasi seksual bisa dianggap sebagai salah satu bentuk
pemberian fasilitas lain dalam konteks tindak pidana korupsi, apabila
layanan tersebut diberikan untuk mempermudah atau memperlancar
pekerjaan yang berkaitan dengan jabatan seseorang. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan
menganalisis bahan-bahan pustaka dan dokumen hukum yang ada untuk
memahami permasalahan tersebut. Istilah "fasilitas lainnya" bisa diartikan
secara luas sebagai sarana atau layanan yang diberikan untuk
mempermudah suatu pekerjaan, sehingga gratifikasi seksual bisa
dimasukkan dalam kategori tersebut jika diberikan dalam konteks
pekerjaan yang melibatkan jabatan tertentu. Dalam hal pembuktian tindak
pidana gratifikasi seksual, sistem pembuktian yang diterapkan adalah
pembuktian terbalik yang seimbang, di mana jaksa penuntut umum dan
terdakwa sama-sama memiliki kewajiban untuk membuktikan tuduhan atau
pembelaan yang mereka ajukan.
Kata kunci: Korupsi, Gratifikasi Seksual, Fasilitas Lainnya,
Pembuktian Gratifikasi Seksual.
Tidak tersedia versi lain