Text
Implikasi Putusan Mk Nomor 18/Puu-Xvii/2019 Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dan Kaitannya Dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2011
Bahwa kebutuhan yang terus meningkat bagi dunia usaha atas
tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang
jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. Undangundang nomor 42 tahun 1999 tentang fidusia dibuat untuk dapat
memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih meningkatkan
pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta
mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, debitur dan krediur. Adanya ketentuan jaminan fidusia
memberikan kemudahan bagi pencari kredit dengan tanpa harus
menyerahkan barang yang dijaminkan secara fisik seperti dalam gadai.
Dan dengan sertifikat fidusia yang lahir karena adanya perikatan hutang
piutang antara pemberi dan penerima fidusia, seharusnya dapat
memberikan kemudahan dan mempunyai kedudukan yang diutamakan
bagi penerima fidusia untuk melaksanakan eksekusi jaminan fidusia
seperti yang dimaksud dalam pasal 31 ayat (3). Namun dengan adanya
putusan Mahkamah Konstitusioanal nomor 18/PUU-XVII/2019, dimana
pada amar keputusannya adalah bahwa Sertifikat fidusia sepanjang frasa
“kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan UUd 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
“terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji
dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela obyek yang menjadi
jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam
pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan
berlaku sama dengan pelaksanaan esksekusi putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap.”, kekuatan hukum dari Sertifikat Fidusia
tidak lagi dapat menjamin kepastian pembayaran dari pemberi fidusia
pada saat terjadi wanprestasi.
Tidak tersedia versi lain