CD-ROM
Pembuatan akta pendirian koperasi oleh notaris dan permasalahan dalam praktek (CD + Cetak)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) adalah produk kolonial yang diciptakan oleh Pemerintahan Hindia Belanda dalam bentuk wet (undang-undang) diberlakukan di Pemerintahan Hindia Belanda dan setelah Indonesia merdeka, melalui pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan berlaku di Indonesia. Produk hukum kolonial ini adalah undang-undang yang di dalamnya mengatur antara lain tentang macam-macam alat bukti yang salah satu diantaranya adalah surat (bukti tertulis) otentik dan akta di bawah tangan. Surat sebagai alat bukti dapat berbentuk akta.
Akta otentik ini diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun definisi akta otentik adalah sebagai berikut : “Akta otentik adalah akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat”. Pasal ini secara tidak langsung mengatur tentang pejabat umum yang tidak lain adalah notaris. Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mensyaratkan agar suatu akta memiliki kekuatan bukti otentik maka harus ada kewenangan dari pejabat umum (Notaris) untuk membuat akta otentik yang bersumber pada undang-undang.
Sedangkan permasalahan yang ada dalam kajian skripsi ini yaitu : bagaimanakah keabsahan dari akta pendirian koperasi yang dibuat oleh Notaris yang tidak memiliki sertifikat pembekalan dibidang perkoperasian dan bagaimana tanggung jawab hukum dari pengurus atau badan hukum suatu koperasi yang aktanya tidak dibuat oleh Notaris yang berwenang. Adapun hasil pembahasan masalah yang dapat penulis kemukakan adalah dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, akta pendirian koperasi tidak ditentukan secara tegas apakah harus dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Namun dalam prakteknya, akta pendirian koperasi tersebut dibuat dengan akta di bawah tangan oleh para pendiri koperasi. Setelah adanya Nota Kesepahaman, akta pendirian koperasi harus dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi (PPAK) yang memiliki sertifikat pembekalan dibidang perkoperasian yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004. Dalam Keputusan Menteri tersebut dikatakan bahwa akta pendirian koperasi adalah sah jika dibuat oleh Notaris yang memiliki sertifikat pembekalan dibidang perkoperasian, sedangkan bagi Notaris yang tidak memiliki sertifikat, maka tidak diperbolehkan membuat akta pendirian koperasi. Disinilah terjadi diskriminasi mengenai kewenangan Notaris, dimana Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris memperbolehkan Notaris untuk membuat semua akta otentik sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan kepada pejabat lain. Berkenaan dengan terabaikannya kewenangan Notaris di atas, maka diperlukan Judicial Review karena Undang-undang telah dikalahkan oleh Keputusan Menteri, dari sisi apapun adalah jelas-jelas salah dan pengurus bertanggung jawab secara pribadi manakala badan hukum koperasi menderita kerugian akibat kesalahan pengurus. Sebaliknya bila bukan karena kesalahan pengurus, maka kerugian dipikul oleh badan hukum koperasi yang diurusnya.
Untuk mengatasi permasalahan yang dideskripsikan dalam kajian skripsi ini, penulis akan memberikan kontribusi pemikiran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : Agar ada kepastian hukum dalam pendirian koperasi, maka sebaiknya Undang-undang Perkoperasian yang akan datang ditegaskan siapa yang berwenang untuk membuat akta pendirian koperasi dan dalam memecahkan persoalan yang memberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat akta pendirian koperasi sesuai Keputusan Menteri Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi, jelas bertentangan dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maka sebaiknya Keputusan Menteri ini diperlukan Judicial Review atau Legal Opinion.
Tidak tersedia versi lain