CD-ROM
Kedudukan agunan dalam pembiayaan Mudharah pada bank syari'ah : studi di BRI syari'ah di Malang
Dalam pembiayaan mudharabah, kepercayaan antara shohibul maal (penyandang dana) dan mudharib merupakan salah satu modal utama untuk menjalankan usaha. Karenanya, meminta agunan sebagai jaminan tambahan kepada pihak mudharib pada prinsipnya tidak diperbolehkan. Namun, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan pembiayaan mudharabah maka pihak shohibul maal diperbolehkan meminta agunan, dan hal ini juga tidak bertentangan dengan dengan prinsip syari’at Islam, yaitu diatur dalam Q.S. Al-Baqarah : 283.
Upaya pihak shohibul maal dengan meminta agunan sebagai suatu jaminan tambahan adalah sebagai salah satu cara meng-cover resiko-resiko terhadap pembiayaan mudharabah akibat dari kelalaian, kesengajaan, keteledoran mudharib, sehingga menyebabkan pembiayaan mudharabah tersebut gagal. Namun pihak bank juga telah menyiapkan beberapa langkah preventif, yang antara lain mengasuransikan pembiayaan mudharabah tersebut serta menerapkan analisis pembiayaan serta aspek-aspek pembiayaan sebagai salah satu upaya prinsip kehati-hatian pihak Bank Syari’ah.
Resiko-resiko pembiayaan mudharabah apabila tidak diselesaikan dengan serius, maka akan menyebabkan pembiayaan mudharabah yang bermasalah. Beberapa factor penyebab pembiayaan mudharabah yang bermasalah adalah factor intern pihak bank, factor intern pihak nasabah, serta factor ekstern pihak bank dan mudharib. Dari pembiayaan mudharabah yang bermasalah tersebut pihak Bank Syari’ah melakukan beberapa upaya untuk mengatasinya, yakni penyelamatan pembiayaan yaitu dengan cara rescheduling, reconditioning, restructuring dan penagihan pembiayaan yaitu dengan cara musyawarah, penyitaan jaminan. Apabila ada sengketa, maka diselesaikan di BAMUI, namun jika di BAMUI tidak dapat menyelesaikan pembiayaan mudharabah bermasalah, maka pihak Bank dapat mengajukan ke Pengadilan Negeri setempat.
Tidak tersedia versi lain