CD-ROM
Peran Investor Politik Pada Pemilihan Kepala Daerah (Kajian Realitas Sosial Pilkada Sumenep, Jawa Timur 2010-2020)
Mohammad Hidayaturrahman, 2020, PERAN INVESTOR POLITIK DALAM
PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Kajian Realitas Sosial Pilkada Sumenep,
Jawa Timur 2010-2020), Universitas Merdeka Malang, Promotor Prof. Dr.
Bonaventura Ngarawula, MS, Ko- Promotor Dr. Kridawati Sadhana, MS.
Kata Kunci: Investor politik; pemilihan kepala daerah; pertukaran sosial.
Politik lokal di Indonesia, dalam hal ini pemilihan kepala daerah (pilkada) yang
digelar secara langsung semakin membuka sistem politik dan partisipasi publik.
Terbitnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
yang disempurnakan Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan
kepala daerah (pilkada) menjadi dasar pelaksanaan. Pemilihan kepala daerah yang
dilakukan oleh wakil rakyat, kemudian diubah menjadi dipilih langsung oleh
rakyat. Namun dalam perjalanannya demokrasi langsung dalam pemilihan kepala
daerah baik gubernur dan wakilnya, maupun bupati dan wakilnya serta walikota
dan wakilnya mengalami distorsi. Salah satunya yang disampaikan Jeffrey Winter
sebagai pembajakan demokrasi. Banyak ahli memberi peringatan adanya
pembajakan demokrasi di Indonesia dengan modus menjadi investor politik pada
pemilihan kepala daerah (pilkada), seperti Siti Zuhro dan Azyumardi Azra. Dalam
kacamata teori pertukaran sosial (social exchange theory), kegiatan berinvestasi di
pilkada merupakan cara untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan
nonekonomi sebagai bagian dari upaya memaksimalkan kepentingan diri
sebagaimana yang diulas oleh teori pilihan rasional (rational choice theory).
Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana peran investor politik
dan apa motivasinya terlibat pada pilkada yang digelar di Kabupaten Sumenep,
Jawa Timur pada periode 2010-2020. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan
peran investor politik yang dominan dan sentral dalam dinamika pilkada yang
melahirkan perilaku pragmatis investor politik dan diharapkan oleh orang sekitar
dan calon pemilih. Penyebab adanya investor politik adalah karena
ketidakmampuan calon kepala daerah dalam memenuhi kebutuhan biaya
pencalonan, dan ada upaya dari investor politik untuk terlibat di dalam pilkada
yang didorong oleh motif berprestasi untuk meningkatkan suara partai, motif
kekuasaan (power) untuk mendudukkan kader dan orang dekat sebagai kepala
daerah dan wakilnya, dengan begitu akses ekonomi dan politik bisa diraih, serta
motif afiliasi untuk mendapatkan teman koalisi baik partai politik maupun tokoh
agama dan masuk ke basis pemilih partai lain. Penelitian yang menggunakan
metode kualitatif deskriptif ini mengumpulkan data dengan pengamatan langsung
(observasi), wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan utama
yang terdiri dari orang-orang yang terlibat langsung bersama investor politik di
dalam dinamika pilkada, dan juga penelusuran dokumen dan data terkait pilkada
yang telah terpublikasi secara daring (online). Sebelum penelitian ini dilakukan,
ada penelitian lain mengenai pilkada yang terkait dengan peran kepala desa, tokoh
agama, peran uang dan lain-lain, namun tidak ditemukan penelitian yangvii
mengulas peran investor politik di pilkada. Investor politik juga berkaitan dengan
teori sistem partai politik yang dikendalikan oleh uang karya Thomas Ferguson,
dan teori politik Harold Laswell serta teori kubus kekuasaan (power cub theory)
yang dikemukakan oleh John Gaventa.
Tidak tersedia versi lain