CD-ROM
Akibat Hukum Pembagian Tanah Ulayat Kepada Warga Masyarakat Adat (Studi di Desa Tengatiba, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekoe) (CD + Cetak)
Meningkatnya kebutuhan akan tanah dan Tempat tinggal di Desa Tengatiba Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo menyebabkan timbulnya berbagai banyak cara yang digunakan oleh masyarakat untuk memperoleh tanah sebagai tempat tinggal antara lain melalui tanah ulayat untuk dialihkan menjadi tanah hak milik pribadi/perorangan. Permasalahan haknya, bahwa di satu sisi ada pengakuan hak ulayat diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, hak ulayat diatur menurut hukum tanah adat setempat.
Dalam Skripsi yang berjudul “Pembagian Tanah Ulayat Kepada Warga Masyarakat Adat (Studi Di Desa Tengatiba, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo)” penulis bertujuan untuk menjelaskan secara garis bersar terkait tanah ulayat di wilayah Rendu. Di Desa Tengatiba, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo terdapat tanah ulayat yang ditempati oleh warga masyarakat adat. Tanah ulayah tersebut merupakan hasil peninggalan nenek moyang sejak dahulu jala, yang untuk memperolehnya harus melalui perang dan pertumpahan darah. Tanah ulayat ini kemudian diwariskan kepada anak cucu hingga sekarang. Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria dijelaskan bahwa hak ulayat diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Pengakuan itu disertai dengan dua (2) syarat yaitu mengenai eksistensi dan pelaksanaannya. Eksistensi tanah ulayat Rendu masih tetap ada sampai saat sekarang. Tanah ulayat ini kemudian digunakan oleh masyarakat adat Rendu untuk berbagai keperluan seperti tempat tinggal, lahan pertanian, lahan perkebunan, lahan perternakan, dan untuk kepentingan pembangunan.
Perlu diketahui bahwa terdapat Ketua Suku yang berperan penting dalam pembagian tanah ulayat. Tanah ulayat tersebut kemudian dibagikan oleh ketua suku yang bersangkutan kepada setiap Woe atau marga. Di samping itu, kepala Woe membagi lagi kepada setiap ulumanu atau bagian terkecil dari Woe. Terdapat beberapa kepala keluarga yang tergabung dalam suatu ulumanu, sehingga dengan demikian tanah ulayat ini harus dibagi lagi kepada setiap kepala keluarga dalam ulumanu tersebut.
Tanah ulayat ini dibagi secara adil dan merata. Pembagiannya masih bersifat tradisional atau berdasarkan ketentuan adat yang berlaku, yakni hanya ditandai dengan penanaman pagar, pohon, batu atau pilar di setiap batas tanah yang dibagikan tersebut. Dapat dikatakan pembagian yang seperti ini tidak memperoleh kekuatan hukum yang pasti karena bukti pembagian tanah ulayat ini tidak tertera dalam sebuah dokumen tertulis berupa sertifikat atau akta kepemilikan tanah sebagai bentuk pertanggungjawaban di hadapan hukum. Pembagian tanah ulayat yang hanya ditandai dengan pagar dan lain-lain sewaktu-waktu akan rusak, bahkan tanda-tanda tersebut bisa hilang. Hilangnya tanda-tanda pembagian tanah ulayat ini bisa menimbulkan berbagai macam persoalan berupa penyerobotan dan klaim terhadap tanah ulayat tersebut.
Kata Kunci : Akibat Hukum, Pembagian Tanah Ulayat, Warga Masyarakat Adat.
Tidak tersedia versi lain