CD-ROM
Keabsahan alat bukti elektronik dalam persidangan perkara pidana untuk mengungkap kebenaran materiil (CD + Cetak)
Perkembangan teori dan praktik penggunaan alat bukti di luar dari yang
telah ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yakni pembuktian menggunakan
alat bukti elektronik yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Skripsi
ini membahas tentang bagaimana keabsahan alat bukti elektronik dalam
persidangan perkara pidana untuk mengungkap kebenaran materiil, serta
dasar yuridis dan sosiologis alat bukti elektronik dapat di cantumkan ke
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena
setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 20/PUU-XIV/2016
pada tanggal 7 September 2016 lalu, menyatakan bahwa khusus alat bukti
elektronik harus dimaknai sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang,
menimbulkan perdebatan dikalangan para penegak hukum, karena
dianggap semua rekaman alat elektronik (baik berupa suara, gambar,
video/CCTV) tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila bukan dibuat
oleh aparat penegak hukum, sehingga keabsahan alat bukti elektronik
masih dipertanyakan dan menyebabkan sulit untuk mengungkap
kebenaran materiil dari suatu tindak pidana yang terjadi.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan mempergunakan
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hal ini diperkuat dengan
pengumpulan data melalui berbagai wawancara dan/atau pengambilan
pendapat dari berbagai diskusi dengan pihak-pihak yang peneliti anggap
memiliki pengetahuan yang mendalam berkaitan dengan judul penelitian
ini. Bahan hukum yang telah didapat akan dianalisis secara kualitatif dan
diolah serta dianalisis secara sistematis sehingga memperoleh suatu
kesimpulan dan gambaran yang jelas dalam pembahasan masalah.
Pasal 5 UU ITE sebenarnya telah mengalami revisi, namun yang berbeda
adalah pada penjelasan Pasal 5 ayat (2) UU ITE yang menyatakan bahwa
khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa
hasil intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian
dari penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang
kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang. Selain itu
KUHAP saat ini merupakan kodifikasi dari hukum sisa penjajahan Belanda
yang belum diperbaharui sesuai kebutuhan perkembangan zaman saat ini.
Sehingga dianggap perlu apabila alat bukti elektronik dicantumkan secara
jelas di dalam KUHAP.
Tidak tersedia versi lain