CD-ROM
Kedudukan anak angkat menurut hukum adat batak toba dalam hal mewaris dan kaitannya dengan UU no.23/2002 tentang perlindungan anak (CD + Cetak)
Masalah pengangkatan anak bukanlah merupakan suatu hal yang baru, hal ini sudah berlangsung sejak lama. Akan tetapi sampai sekarang belum ada suatu Undang-Undang yang khusus mengatur tentang masalah pengangkatan anak. dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak ada mengatur tentang masalah pengangkatan anak. dalam pasal 39 Undang-Undang tersebut menyebutkan : “Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Secara umum disadari, bahwa yang terpenting dalam soal pengangkatan anak ini adalah demi kepentingan yang terbaik bagi si anak. pengangkatan anak melarang pemanfaatan anak untuk kepentingan orang lain. Pengangkatan anak meliputi usaha mendapatkan kasih sayang, pengertian dari orang tua angkatnya, serta menikmati hak-haknya tanpa mempersoalkan ras, warna, seks, kebangsaan atau sosial.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa dari berbagai bentuk pengangkatan anak yang dikenal di Indonesia mempunyai akibat hukum yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Untuk masyarakat pribumi perbedaan ini jelas terlihat antar daerah yang lingkungan hukumya berbeda, sehingga akibat hukumnya dari pengangkatan anak itu berbeda pula. Dalam masyarakat Batak Toba arti seorang anak itu sangat penting. Hal ini dikarenakan masyarakat Batak Toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana anak laki-laki sebagai penerus garis keturunan ayahnya. Oleh karena itu, apabila dalam suatu keluarga tidak mempunyai keturunan laki-laki setelah sekian tahun menikah, maka keluarga tersebut akan mengangkat seorang anak laki-laki.
Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Batak Toba yang ada di Kabupaten Malang, apabila tidak mempunyai keturunan atau anak laki-laki akan melakukan pengangkatan anak, baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan. Akibat hukum dari pengangkatan anak itu adalah bahwa anak angkat tersebut sama kedudukannya sebagai anak kandung dari orang tua angkatnya. dengan samanya kedudukannya sebagai anak kandung, maka anak angkat tersebut berhak untuk mewaris dari orang tua angkatnya dan tidak lagi berhak mewaris dari orang tua kandungnya, karena hubungan darah antara anak angkat tersebut dengan orang tua kandungnya menjadi putus. Selain itu anak tersebut akan menjadi penerus dari orang tua angkatnya dan memakai nama keluarga dari orang tua angkatnya. dalam prakteknya di masyarakat Batak Toba di Kabupaten Malang, banyak keluarga yang melakukan pengangkatan anak yang tidak meminta penetapan pengadilan, melainkan hanya berdasarkan adat kebiasaan setempat. Walaupun dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa pengangkatan anak itu dapat dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat, akan tetapi lebih baik bila dilakukan dengan meminta penetapan pengadilan untuk lebih memberi kepastian hukum baik bagi anak angkat tersebut maupun bagi orang tua angkatnya.
Tidak tersedia versi lain