CD-ROM
Penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan penyidik terhadap penetapan seorang tersangka ditinjau dari putusan mahkamah konstitusi No.21/PUU-+XII/2014 (CD + Cetak)
Penelitian ini berjudul “PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN YANG DILAKUKAN PENYIDIK TERHADAP PENETAPAN SEORANG TERSANGKA DITINJAU DARI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014. Adapun latar belakang penelitian ini adalah adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyidik dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya hukum yang akan dilakukan oleh seseorang apabila berhadapan dengan penyidik yang bertindak dengan sewenang-wenangnya dalam menetapkan status seseorang menjadi tersangka. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan yuridis normatif. Penulis menggunakan dua pendekatan antara lain : 1. Pendekatan Undang-undang (statute approach) dan 2. Pendekatan Konsep (conceptual approach) sedangkan metode analisis yang digunakan dilakukan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum (ketentuan hukum positif) ke permasalahan yang bersifat konkrit (kasus konkrit yang dihadapi) untuk didapatkan penyelesaiannya Lembaga Praperadilan secara limitatif diatur dalam pasal 1 angka 10 jo. pasal 77 huruf a KUHAP mempunyai wewenang untuk memeriksa dan memutus mengenai : sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal dan penjaga konstitusi telah melakukan suatu terobosan hukum baru dengan cara mengeluarkan putusan nomor 21/PUU-XII/2014 yang pada pokoknya menyatakan : 1. inkonstitusional bersyarat terhadap frasa "bukti permulaan", "bukti permulaan yang cukup", dan "bukti yang cukup" dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat 1 KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP; 2. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Adapun Mahkamah Konstitusi menganggap bahwa syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka adalah guna transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Dampak dari lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut ialah bertambahnya objek lembaga praperadilan yaitu : 1. penetapan tersangka; 2. Penyitaan; dan 3. Penggeledahan, disamping objek lainnya yang diatur dalam pasal 77 huruf a KUHAP. Hal ini dilakukan demi penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan penyidik.
Kata kunci: Penyalahgunaan Kewenangan Oleh Penyidik, Penetapan Tersangka, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Tidak tersedia versi lain