Text
Representasi western heroism dalam film Batman 3 the dark knight rises (CD)
Film Batman 3 The Dark Knight Rises produksi Warner Bros Pictures merupakan film
tentang superhero (pahlawan super) yang bergenre action ini merupakan sekuel ketiga dari
trilogy film Batman, yaitu Batman Begins(2005), The Dark Knight(2008), dan The Dark Knight
Rises(2012). Dengan Christopher Nolan sebagai sutradara yang bekerjasama dengan salah satu
distributor film papan atas dunia, Warner Bros Pictures, sudah cukup untuk memuaskan dahaga
para penikmat film batman yang durasi 165 menit dan meghabiskan dana sekitar 230 juta USD
Disini peneliti ingin membedah bagaimana representasi western heroisme yang terdapat dalam
fim The Dark Knight Rises ini. Simbol hero dalam film-film Hollywood yang direpresentasikan
melalui tokoh protagonist lebih sering ditampilkan sebagai sosok yang kuat dengan tubuh berotot
karena seorang hero harus melakukan tindakan-tindakan berani dan berbahaya untuk melindungi
yang lemah.
Beberapa pakar mengungkapkan, kata hero berarti berkulit putih dan berasal dari kelas
menengah, selalu dikenal dalam peran yang lain seperti aktris, politisi atau bintang pop. Tetapi
pahlawan laki-laki atau perempuan secara jelas digambarkan dari kelas menengah, orang
amerika yang berkulit putih (White Anglo-Saxon Protestan), WASPs. Sebagian besar film-film
Hollywood menggambarkan sosok hero identik dengan maskulinitas. Sosok hero laki-laki yang
ditampilkan adalah laki-laki muda, kulit putih, ganteng, dan atletis. Ia juga membangun
hubungan dengan wanita (heteroseksual) sebagai satu hal yang membangun maskulinitas,
bahkan film super hero tidak pernah menampilkan tokoh utama (hero) selain ras kulit putih.
Namun untuk menjadi hero atau heroin orang tak selalu harus melakukan hal yang luar
biasa atau menciptakan karya besar. Idi Subandi Ibrahim (2006) mengungkapkan dalam abad
media, citra adalah segalanya. Para pebisnis, politisi, dan selebriti selalu ingin mendapatkan citra
dan kesan di depan publik. Celakanya di abad media, untuk menjadi bintang media, orang tak
perlu sehebat Gandhi, Soekarno, atau Churcill. Orang-orang yang dianggap besar kini adalah
orang-orang tenar dan ditenarkan oleh media : selebriti-menurut-media. Media
sekarang lebih asyik menciptakan tokoh, bintang atau selebriti, untuk kemudian sewaktu-waktu
mengenyahkannya dan menggantikan yang baru (Chaney, 2009: 21). Salah satu media tersebut
adalah film, khususnya film-film Hollywood karena yang dijadikan objek penelitian ini adalah
film Hollywood.
Dalam mengungkap mitos dari gambaran heroisme Batman yang terdapat di film The Dark
Knight Rises ini, penelitian ini menggunakan pendekatan kritis interpretatif dengan metode
analisis semiotika Rolland Barthes yakni pemaknaan secara dua tahap (two order of
signification). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa representasi heroisme disini adalah
seseorang yang memiliki kemampuan untuk menolong sesama dengan kekuatan yang super,
teknologi canggih, intelektual tinggi, serta strategi yang cemerlang.
Tidak tersedia versi lain