CD-ROM
Penerapan Psal 364 KUHP Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ringan (Studi Di Polres Magetan)
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas mengenai penerapan Pasal 364 terhadap tindak pidana pencurian ringan . Hal ini dilatar belakangi oleh banyaknya kasus atau perkara pencurian yang nilai kerugiannya kecil namun oleh penyidik diberlakukan Pasal 362 KUHP dan dipersamakan dengan pencurian biasa. Tak hanya itu polemik dimasyarakat mengenai pelaku pencurian barang-barang yang tidak begitu besar harganya yang diproses oleh Kepolisian sampai dalam psoses persidangan menimbulkan rasa kurangnya keadilan bagi masyarakat kecil meskipun sebagai pelaku tindak pidana namun pelaku tindak pidana juga memiliki hak yang sama untuk diberlakukan adil secara manusiawi. Sampai-samapi masalah ini menggugah Mahkamah Agung untuk menerbitkan Perma Nomor 2 Tahun 2012 dengan harapan masyarakat dapat merasakan keadilan dan kepastian hukum terlebih bagi pelaku tindak pidana dengan nilai kerugian korban tidak lebih dari Rp.2.5000.000,-.
Dalam penulisan skripsi ini ada tiga permasalahan yang akan dibahas. Yang pertama adalah menyangkut penyebab terjadinya tindak pidana pencurian ringan, yang kedua adalah menyangkut penerapan Pasal 364 KUHP, dan yang ketiga adalah mengenai hambatan-hambatan penyidik dalam menerapkan Pasal 364 KUHP terhadap tindak pidana pencurian ringan. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis yakni suatu cara ilmiah untuk mencari jawaban mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi mengenai penerapan Pasal 364 KUHP terhadap tindak pidana pencurian ringan setelah terbitnya Perma Nomor 2 Tahun 2012 dan mengetahui secara jelas dan terperinci hambatan-hambatan yang muncul jika Kepolisian menerapkan Pasal 364 terhadap tindak pidana pencurian ringan dengan cara meneliti langsung ke lapangan mencari data-data yang berupa data primer sebagai bahan mengkaji masalah diatas. Kemudian seluruh data yang diperoleh baik data primer yakni data hasil wawancara dengan pihak yang terkait serta data sekunder yakni data dari sumber-sumber lain seperti Undang-Undang, internet, dan buku-buku dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analistis.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban di atas permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini. Bahwa penyebab terjadinya tindak pidana pencurian ringan adalah karena faktor ekonomi yang semakin menghimpit masyarakat kalangan bawah dan kurang mampu. Sedangkan dalam penerapan Pasal 364 KUHP sekalipun Mahkamah Agung telah menerbitkan Perma Nomor 2 Tahun 2012 tidak begitu berpengaruh terhadap Kepolisian karena Kepolisian bekerja berdasarkan pedoman hukum positif yakni KUHP dan KUHAP. Sementara itu hambatan – hambatan yang dialami Kepolisian jika menerapkan Pasal 364 KUHP terhadap tindak pidana pencurian ringan adalah sebagai berikut: (1) Orang atau masyarakat yang menjadi korban tindak pidana pencurian meskipun dengan kerugian yang kecil menuntut keadilan terhadap Kepolisian agar kasus pencurian sekecil apapun dapat diproses secara hukum dan dibawa ke proses pengadilan; (2) Jika Penyidik Polisi menerapkan Pasal 364 KUHP terhadap tindak pidana pencurian dengan nilai kerugian yang kecil atau bahkan tidak melanjutkan penyidikan terhadap kasus pencurian yang dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat Polisi juga tidak mempunyai dasar hukum yang kuat karena kasus tersebut sudah cukup bukti sekalipun nilai kerugian akibat pencurian tersebut sangat kecil. Dan jika tuntutan korban agar kasus tersebut di proses secara hukum layaknya pencurian biasa (Pasal 362 KUHP) diabaikan oleh Polisi sehingga korban akan menempuh jalur hukum yakni dengan mengadukan penyidik kepada pengawas internal maupun eksternal Polri; (3) Jika Penyidik menerapkan Pasal 364 KUHP berdasarkan Pasal 1 Perma No 2 Tahun 2012 maka dikhawatirkan pelaku pencurian akan lolos dari jeratan hukum karena di Indonesia penegak hukum menggunakan aturan hokum positis termasuk hakim yang memeriksa perkara, dan jika pelaku pencurian lolos dari jeratan hukum maka dikhawatirkan akan mengulangi tindak pidana lagi dikemudian hari terlepas dari motif pelaku pencurian yang beraneka ragam.
Menyikapi fakta-fakta diatas, maka perlu adanya upaya Pemerintah/ Eksekutif dan DPR/ Legislatif melakukan amandemen atau perubahan atas nilai nominal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dibuat pada tahun 1960-an dan belum mengalami perubahan sampai saat agar masyarakat yang sejatinya mencari suatu keadilan dihadapan hukum dapat merasakan keadilan dan kepastian hukum di negara kita. Dan untuk para penegak hukum (Polisi, Kejaksaan, Pengadilan) seharusnya secara bijak menggunakan Perma Nomor 2 Tahun 2012 dalam hal yang telah diatur dalam Pasal 1. Sekalipun itu bukan Undang-Undang, namun Perma yang merupakan produk hukum dari Mahkamah Agung sebagai lembaga hukum tertinggi di negara kita yang berwenang menggali hukum yang ada dimasyarakat saat ini dan menemukan hukum untuk mengisi kekosongan hukum pada saat ini selayaknya para penegak hukum secara bijak menggunakan landasan hukum sebagaimana dalam Perma No 2 Tahun 2012 khususnya menyangkut tindak pidana pencurian ringan. Karena mayoritas pelaku tindak pidana pencurian ringan adalah berasal dari masyarakat miskin yang mengalami desakan ekonomi dan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat disertai dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sehingga secara terpaksa melakukan tindak pencurian dengan nominal kerugian yang kecil (dibawah Rp.2.5000.000,-)
Tidak tersedia versi lain