CD-ROM
Representasi Pendidikan Kritis Dalam Film "Alangkah Lucunya Negeri Ini"
Film adalah serangkaian gambar-gambar yang diproyeksikan pada sebuah layar agar tercipta ilusi (tipuan) gerak yang hidup. Gambar bergerak, movie, film atau sinema adalah salah satu bentuk hiburan yang populer, yang menjadikan manusia melarutkan diri mereka dalam dunia imajinasi untuk waktu tertentu. Teknologi film memiliki karakter yang spesial karena bersifat audio dan visual. Film pun menjadi media yang sangat unik karena dengan karakter yang audio-visual film mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang spesial kepada para penonton/khalayak. Para penonton dapat merasakan ilusi yang lebih ketika menyaksikan gambar-gambar bergerak, berwarna, dan bersuara. Dengan karakter audio-visual ini juga film dapat menjadi media yang mampu menembus batas-batas kultural dan social.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ” Representasi Pendidikan Kritis Dalam Film Alangkah Lucunya Negeri Ini?”. Mengetahui simbol atau gambar-gambar dalam suatu adegan-adegan yang terdapat dalam film ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis interpretatif, dengan menggunakan analisis semiotika, yang diharapkan dapat mengetahui atau membahas makna pesan dalam tiap-tiap adegan melalui simbol atau gambar-gambar.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika Roland Barthes, dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang objek yang sedang diamati. Penelitian ini menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel.
Alur cerita film ini adalah si Muluk (diperankan oleh Reza Rahadian) seorang pemuda lulusan S1 yang pengangguran melihat aksi pencopetan. Lambat laun Muluk bekerjasama dengan mereka untuk memperbaiki manajemen sekumpulan pencopet dengan mengumpulkan 10% dari hasil copet untuk diputar dan ditabung. Namun diakhir cerita Mumun dengan dibantu Syamsul (diperankan oleh Asrul Dahlan) dan Pipit (diperankan oleh Tika Bravani) berniat untuk merubah anak-anak yang berprofesi mencopet menjadi pedagang asongan. Namun tidak semudah itu mereka mengubah pencopet menjadi bocah yang kembali ke jalan yang benar, setiap adegan terdapat celetukan bocah pencopet bahkan puncaknya pro contra dengan ketiga ayahanda Muluk dan temannya. Dari hasil penelitian menggunakan metode Semiotika Roland Barthes, peneliti menemukan adanya representasi pendidikan kritis yang dibawa oleh Paulo Freire, Antonio Gramsci dan juga teori kritis mazhab Frankfurt. Representasi ini bisa dilihat dari beberapa adegan yang menunjukkan adanya pesan tersembunyi dalam film ini yang ingin menyampaikan ide tentang pendidikan kritis.
Tidak tersedia versi lain