CD-ROM
Perkawinan Siri Anak Di Bawah Umur (Studi Di Desa Kedungrejo Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo)(CD)
Perkawinan siri anak di bawah umur merupakan permasalah yang polemik dikalangan masyarakat dan selalu aktual jika diperbincangkan, dampak-dampak negatif yang dapat ditimbulkan, tidak hanya berdampak bagi pelakunya saja namun dapat juga berdampak bagi keturunannya. Perkawinan siri anak di bawah umur ini mengandung makna ganda yaitu perkawinan siri dan perkawinan anak di bawah umur. Keberadaannya yang sangat kontroversial disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi terkait pemaknaan keabsahaannya, disatu sisi memandang keabsahannya dari segi agama yang tidak mengharuskan pencatatan, disisi lain memandang keabsahannya dari sisi hukum positifnya yang mengharuskan pencatatan agar dapat memiliki kekuatan hukum.
Batas umur perkawinan di dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bagi pria sekurang-kurangnya 19 tahun kemudian bagi perempuan sekurang-kurangnya 16 tahun. Selanjutnya menyebutkan pula jika terdapat penyimpangan dari ketentuan batas umur minimum tersebut masih dapat dimungkinkan untuk melaksanakan perkawinan dengan cara mengajukan dispensasi pada pengadilan atau pejabat yang berwenang, dalam Kompilasi Hukum Islam pun kurang lebih mengatur demikian. Penyimpangan terhadapnya dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari pengadilan atau pejabat yang berwenang berarti secara eksplisit tidak tercantum jelas larangan untuk menikah di bawah umur.
Sedangkan dalam hukum islam terkait batas umur perkawinan tidak ditemukan secara jelas yang mengatur batasan umur dalam perkawinan, sejalan dengan berjalannya waktu dalam perkembangannya para fuqoha lalu bersepakat bahwa kedewasaan itu dapat dilihat dari baligh atau tidaknya seorang anak (laki-laki ditandai dengan mimpi basah, perempuan ditandai dengan menstruasi), yang kemudian oleh para umat muslim dijadikan rujukan/sebagai dasar dalam melakukan perkawinan siri anak di bawah umur, hal ini tidak terlepas dari justifikasi bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaannya itu, namun siapa yang berwenang melangsungkan perkawinan sepertinya belum ada ketentuan yang pasti.
Dari hasil data yang diperoleh di Desa Kedungrejo Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo menunjukkan bahwa keseluruhan penduduk menganut agama islam, yang masih kental dengan nuansa kesakralannya dan cenderung melihat perkawinan siri anak di bawah umur itu dari sisi keagamaannya saja tanpa melihat dampak negatifnya ketika hal itu tidak dilihat dari segi hukum positifnya. Keadaan seperti inilah yang cenderung mendorong para penduduk setempat masih tetap mempraktekkan perkawinan siri anak di bawah umur.
Tidak tersedia versi lain