CD-ROM
Penerapan pembuktian terbalik dalam mengungkap pelaku tindak pidana korupsi (Studi kasus di pengadilan tindak pidana korupsi Surabaya) (CD)
ABSTRAKSI
Korupsi merupakan bentuk perbuatan melawan hukum yang sudah menjadi penyakit kronis di Negara Indonesia, tidak hanya terjadi di tingkat pusat melainkan juga sudah banyak terjadi ditingkat daerah-daerah, baik dari lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif semuanya sudah terkena penyakit kronis korupsi ini.
Perkembangan praktik tersebut di be¬berapa Negara dalam rangaka memberantas korupsi telah memunculkan suatu gagasan baru yaitu adanya pembuktian terbalik, pembalikan beban pembuktian, maksudnya pembuktian (terhadap kesalahan dan harta kekayaan) yang dibebankan kepada terdakwa dan merupakan hak bagi terdakwa, hal ini tercantum didalam pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa “Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi” dan pasal 37 A ayat (1) yang menyatakan bahwa “ Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suaminya, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan”
Negara Indonesia sangat membutuhkan terobosan-terobosan hukum yang dapat membawa dampak positif dalam proses penegakan hukum, terobosan-terobosan hukum seperti inilah yang sangat ditunggu publik karena termasuk salah satu metode yang dapat mengungkapkan tindak pidana korupsi sampai pada akar-akarnya sehingga setidak-tidaknya dapat mengurangi praktek korupsi yang selama ini terjadi.
Namun didalam praktek apakah pembuktian terbalik dalam mengungkap pelaku tindak pidana korupsi telah diterapkan dan apakah penerapan pembuktian terbalik ini efektif dalam mengungkap pelaku tindak pidana korupsi, maka dari itu penulis mencoba untuk meneliti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis yang tujuannya untuk mengetahui apakah sistem pembuktian terbalik dalam mengungkap pelaku tindak pidana korupsi ini telah diterapkan dan efektifitasnya.
Menurut data yang diperoleh dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya bahwa Pembuktian Terbalik hanya diterapkan pada perkara Gratifikasi yang nilainya sepuluh juta atau lebih dan hanya diterapkan pada hal yang menyangkut harta-harta milik terdakwa yang berkaitan dengan perkara tersebut yang tidak didakwakan didalam dakwaan, hal ini berkaitan dengan efektifitas penerapan pembuktian terbalik, efektifitas dari pembuktian terbalik ini dirasa masih belum efektif karena terdapat beberapa faktor, diantarnya karena perkara yang terregister dan disidangkan mayoritas bukan perkara mengenai gratifikasi yang nilainya sepuluh juta atau lebih, bukan menyangkut harta-harta milik terdakwa yang berkaitan dengan perkara tersebut yang tidak didakwakan didalam dakwaan, dan juga pasal yang mengatur tentang Gratifikasi tidak memberi batasan yang jelas tentang apakah gratifikasi tersebut merupakan murni hadiah atau bukan.
Tidak tersedia versi lain