CD-ROM
Penyelesaian perselisihan perwakafan tanah milik menurut PP No.28/1997(studi di PA Malang) (CD)
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Sehubungan dengan hal diatas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh wakaf tersebut bagi masyarakat dan juga ingin mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang dimana kerap menjadi persengketaan, baik dari wakif maupun nadzir.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor terbesar mengapa sampai terjadinya sengketa tanah wakaf tersebut adalah belum adanya suatu sertifikat tanah milik atas wakaf yang dimiliki oleh para wakif yang dimana hal tersebut dalam ajaran Islam apabila seseorang tersebut ingin berwakaf sama juga dengan beramal tidak perlu diperlihatkan kepada orang lain, jadi faktor tersebutlah yang memicu orang enggan untuk mengurus sertifikat.
Disamping itu, mereka juga enggan karena mengurus sertifikat wakaf terlalu rumit dan biaya yang banyak. Dan sebagai akibat hukum dari pendaftaran tanah wakaf yang tidak didaftarkan maka tidak mempunyai tanda bukti yang berupa sertifikat tanah wakaf yang dimana mempunyai kekuatan hukum.
Dalam menyelesaikan sengketa apabila terjadi perselisihan wakaf tersebut dapat diselesaikan di Pengadilan Agama setempat sesuai dengan undang-undang/PP No. 28/1977.
Hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut diatas bahwa satu faktor adanya sengketa perwakafan atas tanah milik tersebut yaitu tidak adanya sertifikat tanah wakaf karena tidak melakukan pendaftaran tanah wakafnya tersebut sehingga hukumnya tidak ada dan juga kurangnya kesadaran masyarakat bahwa tanah wakaf dipergunakan untuk kepentingan umum bukan untuk dimiliki sendiri dengan memalsukan sertifikat dan dengan melakukan penyelesaian perselisihan perwakafan secara musyawarah tidak menemukan jalan keluar maka Pengadilan Agama yang menjadi tempat untuk menyelesaikan perkara tersebut, sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Tidak tersedia versi lain