CD-ROM
Tinjauan yuridis kewenangan bank Indonesia dalam penyelesaian bank bermasalah : tinjauan thd psl 2 ayat 3 UU No.37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang (CD)
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang menyatakan bahwa dalam hal bank sebagai debitor, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Pada satu sisi, pasal tersebut merupakan langkah untuk memailitkan bank secara adil dan berkepastian hukum, dengan terlebih dahulu mengundang keterlibatan Bank Indonesia selaku lembaga pengawasan dan pembinaan perbankan di Indonesia. Namun disisi lain, pasal tersebut mengundang kecurigaan dikalangan masyarakat bisnis maupun pasar utang antar bank (interbank money market), bahwa kehadiran Pasal 2 ayat (3) tersebut hanyalah merupakan upaya politis ataupun rekayasa kalangan industri perbankan untuk membangun kekebalan industri perbankan dari pengajuan pailit.
Dalam upaya untuk menganalisis apakah kewenangan khusus Bank Indonesia dalam menyikapi permohonan pailit dapat menghentikan kewenangan dari kreditor pemohon pailit untuk memailitkan bank, mengingat dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang hanya memindahkan peran pengajuan permohonan pernyataan pailit dari kreditor kepada Bank Indonesia serta untuk menganalisis apakah kewenangan Bank Indonesia yang diberikan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tersebut dapat disimpangi oleh kreditor pemohon pailit sebenarnya, apabila kreditor pemohon pailit yang sebenarnya melihat bahwa Bank Indonesia ternyata tidak menjalankan perannya dengan semestinya, maka metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dimana bahan hukum primer yang digunakan adalah Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan bahan hukum sekunder yang digunakan untuk mempermudah menganalisis permasalahan adalah kasus permohonan pailit Bank Danamon oleh Bank IFI. Kemudian seluruh bahan hukum yang ada dianalisis secara content analysis atau analisis isi.
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh jawaban dari permasalahan yang ada bahwa kewenangan khusus Bank Indonesia dalam menyikapi permohonan pailit dalam Pasal 2 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dapat menghentikan kewenangan kreditor pemohon pailit untuk memailitkan bank. Kemudian dengan hadirnya Pasal 6 ayat (3) maka kewenangan Bank Indonesia yang diberikan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang tidak lagi dapat disimpangi oleh kreditor pemohon pailit sebenarnya untuk mengajukan permohonan pailit kepada bank secara langsung karena pada saat pendaftaran permohonan pailit saja panitera telah dapat menolak permohonan tersebut.
Dengan demikian, perlu kiranya dibuat aturan pelaksanaan dari Pasal 2 ayat (3) tersebut untuk membangun kepastian peran Bank Indonesia dalam menyelesaikan konflik utang piutang dalam hal bank sebagai debitor. Dan diharapkan Pasal 2 Ayat (3) tersebut tidak dihadirkan begitu saja namun tetap pada upaya untuk menciptakan hukum yang jelas dan konsisten serta berkepastian hukum.
Tidak tersedia versi lain