CD-ROM
Kedudukan ahli waris pengganti menurut hukum waris Islam (CD)
Kehidupan manusia tiada satu yang mengetahui kapan dia mati karena kematian merupakan salah satu yang dirahasiakan oleh Allah SWT.kematian tidak dapat dikejar maupun dihindarikan oleh karena itu setiap orang harus siap jika sewaktu-waktu maut menjemput.selain itu manusia juga akan mengalami perkawinan dari perkawinan tersebut akan lahir anak sebagai generasi penerus mereka, harta juga bisa menyatukan dan memisahkan mereka puncak dari cobaan itu terjadi bila salah satu dari mereka ada yang meninggal dunia dengan begitu harta yang mereka miliki akan beralih pada ahli warisnya dengan sendirinya tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris.
Hukum waris Islam mengatur tentang perpindahan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris yang berhak dimana inti dari penyelesaiannya dapat di peroleh berdasarkan ayat-ayat Al-Quran isi dari pada Al-Quran juga menghendaki sistem bilateral dalam pewarisan. Namun dengan pengaruh sistem masyarakat arab patrilineal terhadap pemikiran ahli hukumnya atau biasa di sebut Ahlusunnah menyebabkan mereka tidak mendalami sepenuhnya sistem bilateral yang telah di anut oleh Al-Quran salah satunya terdapat dalam hal kedudukan ahli waris pengganti yang membawa penulis untuk mengungkap lebih lanjut tentang kewarisan hukum Islam bagi ahli waris pengganti yakni dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang menjelaskan tentang pelaksanaan Kompilasi Hukum Islam
Menurut ahlussunnah hanya cucu dari anak laki-laki yang dapat tampil sebagai ahli waris dzawil furud atau ashabah. Selebihnya cucu dari anak perempuan hanya mewaris sebagai ahli waris dzawil arham. Ahli waris dzawil arham ini baru mungkin mewaris apabila ahli waris dzawil furud atau ashabah tidak ada
Ketentuan itu akan tidak adil jika diterapkan dalam masyarakat yang menganut sistem bilateral. Ketentuan ini disampingi oleh adanya pasal 185 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam yang mengatur adanya penggantian tempat yang dalam Kompilasi Hukum Islam merupakan adaptasi dari pendapat Prof Hazairin.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan empiris dan normatif yaitu meneliti dan membahas permasalahan berdasarkan kepada penelitian lapangan secara langsung dimana penelitian tersebut diperoleh berdasarkan mengkaji norma dan peraturan yang berkaitan dengan pembagian waris permasalahan yang dibahas menyangkut kedudukan ahli waris pengganti dalam mewarisi harta orang tuanya menurut pandangan Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta bagian ahli waris yang dapat diterima oleh ahli waris pengganti untuk menerima harta peninggalan dari harta orang tuanya.
Dengan permasalahan ahli waris pengganti tersebut para hakim di Pengadilan Agama Malang mengadaptasi hukum waris bilateral sebagai bagian dari Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dapat menyelesaikan permasalahan dan hambatan tentang pembagian waris bagi ahli waris pengganti sesuai dengan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991. agar permasalahan yang dihadapkan pada hakim Pengadilan Agama dapat menciptakan keadilan dalam penegakkkan hukum bagi masyarakat awam yang membutuhkan keadilan untuk mendapatkan haknya sebagai ahli waris penganti. Dengan batasan bagian ahli waris pengganti tidak boleh lebih besar dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang digantikan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kompilasi Hukum Islam bisa dijadikan pedoman bagi hakim Pengadilan Agama Malang dalam menyelesaikan suatu masalah tentang waris sesuai dengan asas bilateral yang dikehendaki oleh Al-Quran.
Tidak tersedia versi lain