CD-ROM
Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Daerah dalam pembuatan undang-undang (CD)
Perubahan atas Undang-Undang Dasar membentuk sebuah lembaga baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang bersama-sama dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) membentuk MPR dengan susunan yang baru.
DPD bukan komponen semacam senat yang ada pada sistem bikameral sejati yang di dalamnya kedua dewan memiliki kekuasaan yang kurang lebih setara. DPD berwenang terutama untuk mengusulkan, membahas, dan mengawasi undang-undang yang berhubungan dengan otonomi daerah (Pasal 22D). DPD juga memiliki hak prerogatif untuk "memberikan pertimbangan kepada DPR tentang Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, atau agama" (Pasal 22D (2)). Masing-masing daerah dari 32 provinsi, tanpa memperhatikan luasnya, akan memiliki empat orang wakil yang dipilih bersamaan dengan pemilihan anggota DPR.
Kekuasaan, fungsi, hak, dan kewajiban DPR dan DPD berbeda. Asas ketidaksetaraan DPR dan DPD terbaca dari susunan dan kedudukan DPD yang diatur dengan UU (22C ayat 3). Untuk menentukan susunan dan kedudukan itu, DPD sama sekali tidak memunyai kekuasaan apa-apa, mengingat setiap rancangan undang-undang (RUU) dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama (20 ayat 2). Artinya, susunan dan kedudukan DPD ditentukan oleh DPR dan Presiden.
Secara implisit, kedudukan DPD berada di bawah DPR dan Presiden. DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan (1) otonomi daerah, (2) hubungan pusat dan daerah, (3) pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, (4) pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan (5) perimbangan keuangan pusat dan daerah (22D ayat 1). DPD ikut membahas sejumlah RUU yang diajukan dalam bagian pertama di atas, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama (22D ayat 2). DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU pada bagian kedua di atas, dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti (22D ayat 3). Selain itu, anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam UU (22D ayat 4). Artinya, DPR dan Presiden bisa mengatur pemberhentian anggota DPD.
Kiranya semua pihak yang terkait dan berkepentingan, perlu mengkaji ulang mengenai posisi konstitusional DPD untuk menegakkan posisi, fungsi dan wibawa politis dari DPD sebagai perwakilan daerah yang bertugas dan bertanggung jawab demi kepentingan daerah yang mengutusnya. Dan juga perlu kiranya ada perubahan lagi tentang sistem ketatanegaraan kita dengan menyusun prinsip-prinsip sistem ketatanegaraan yang jelas dan tegas. Kalau tidak, lingkaran permasalahan baru terus membelit bangsa ini, hingga hanyut melewati batas-batas gagalnya negara.
Tidak tersedia versi lain