CD-ROM
Prinsip-prinsip syariah dalam pembiayaan mudharabah pada Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) : studi di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan (CD)
Pertumbuhan bisnis syariah di Indonesia belakangan ini sangat pesat, hal ini di dasarkan banyaknya lembaga keuangan syariah seperti Bank syariah, BPR Syariah, maupun Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Pada lembaga keuangan syariah penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga, karena bunga adalah riba. Dengan dilarangnya penggunaan bunga dalam segala transaksi keuangan, lembaga keuangan yang berbasis pada syariah diharapkan untuk menjalankan operasionalnya hanya berdasarkan pola bagi hasil dan rugi ( profit and loss sharing ).
BMT merupakan sistem simpan pinjam dengan pola syariah yang didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan Bank Syariah atau BPR syariah. Untuk sementara ini BMT direkomendasikan berbadan hukum “koperasi” dengan istilah Koperasi Syariah BMT. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi, koperasi ini menerapkan sistem imbalan dengan prinsip bagi hasil sebagaimana diterapkan di BMT.
Sebagai lembaga keuangan syariah, Bank Syariah dan BMT memiliki layanan yang sama yaitu layanan bebas bunga kepada para nasabahnya. Lain halnya dengan lembaga keuangan konvensional yang cenderung pada layanan bunga. Mudharabah adalah bentuk sistem bagi hasil (profit-sharing) yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Seperti halnya Koperasi BMT-MMU Sidogiri Pasuruan yang memiliki produk pembiayaan Mudharabah. Disini BMT-MMU sebagai pemilik modal (shahibul maal) dan nasabah atau anggota sebagai pengusaha (mudharib). Keuntungan dibagikan dengan perbandingan yang telah disepakati bersama dan dituangkan dalam perjanjian tertulis. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh pihak BMT-MMU dan nasabah tidak mendapatkan keuntungan atas usaha yang telah dilakukannya.
Menjamurnya lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia tidak di ikuti dengan sosialisasi yang maksimal kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat yang tinggal di desa. Sehingga dengan kurangnya sosialisasi tersebut banyak anggapan di kalangan masyarakat bahwa keberadaan lembaga keuangan syariah tidak berbeda dengan lembaga keuangan konvensional yang lebih dulu ada. Seperti halnya sistem bunga yang di terapkan lembaga keuangan konvensional dan sistem bagi hasil yang diterapkan lembaga keuangan syariah, bahwa antara bunga dan bagi hasil masyarakat menganggap itu hanya berbeda istilah saja. Oleh karena itu sosialisasi atau pengenalan prinsip-prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah harus bisa di jalankan semaksimal mungkin.
Tidak tersedia versi lain