CD-ROM
Pertanggungjawaban pidana terhadap pelayanan medik dalam kasus mal praktek (CD)
Jika kita melihat kondisi seperti ini, menunjukkan bahwa untuk menjaga kesehatan masyarakat modern Indonesia selama ini jasa seorang dokter benar-benar diandalkan. Tapi dengan semakin banyaknya kasus mal praktik, menjadikan masyarakat lebih mengandalkan keahlian dokter luar negeri tetangga untuk melakukan operasi seperti di Singapura ataupun di Malaysia. Sebenarnya masyarakat Indonesia menuntut ketegasan dari pihak IDI untuk menindaklanjuti kasus medis mal praktik.
Secara regulasi, kasus mal praktik di Indonesia belum diatur secara jelas. Undang-Undang Kesehatan belum dilengkapi dengan aturan teknis yang mengatur secara khusus mengenai mal praktik. Biasanya jika kasus mal praktik maju ke pengadilan, yang dipakai adalah aturan pidana. Beberapa pihak, termasuk parlemen telah lama mendesak agar Departemen Kesehatan segera memformulasikan aturan mengenai mal praktik.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang perlu diketahui dan diangkat dalam skripsi ini, yaitu:
Bagaimana proses penyidikan tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh seorang dokter ?
Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh seorang dokter ?
Apa saja hambatan yang dihadapi pada saat proses penyidikan terhadap tindak pidana malpraktek ?
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas pada skripsi ini maka proses penyidikan terhadap kasus malpraktek di Indonesia, ada beberapa pihak yang menanganinya yaitu Ikatan Dokter Indonesia dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Dalam hal ini untuk lebih jelasnya terdapat beberapa majelis pembela terhadap posisi seorang dokter. Dengan adanya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran serta IDI ataupun Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota berfungsi sebagai lembaga mediator dan sebagai lembaga yang mengumpulkan bukti untuk diserahkan kepada pihak kepolisian sebagai alat bantu untuk melakukan penyidikan.
Dalam menangani kasus malpraktek tersebut menurut dr. Soesilo Anggota IDI Cabang Madiun bahwa ada beberapa proses yang dijalani. Proses penanganan tersebut adalah :
1. Proses penanganan pertama adalah apabila ada pengaduan dari masyarakat mengenai kerugian yang diakibatkan oleh tindakan seorang dokter, maka Ikatan Dokter Indonesia dan Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A) akan mengadakan pertemuan intern dengan dokter yang bersangkutan dan menilai apakah tindakan yang dilakukan dokter tersebut sudah sesuai dengan standar profesi dan Kode Etik Kedokteran Indonesia ataukah tidak.
2. Proses kedua adalah apabila Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A) menilai bahwa tindakan tersebut adalah malpraktek, tanpa dibedakan etik atau pidana, maka Majelis Pembinaan dan pembelaan anggota (MP2A) akan melimpahkan kasus tersebut MKEK yang berwenang dalam menentukan apakah tindakan tersebut sesuai dengan etik atau tidak.
Sanksi yang diberikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) adalah tergantung dari berat ringannya kesalahan yang dilakukan. Menurut dr. Soesilo sanksi ini dapat berupa :
1. Peringatan lisan : disampaikan dalam sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) pada penrima sanksi. Jika telah disampaikan sebanyak 3 kali dengan tenggang waktu masing-masing 30 hari dan tidak ada perbaikan dari penerima sanksi, maka peringatan tertulis diajukan.
2. Peringatan tertulis : disampaikan sebanyak 3 kali.
3. Pemecatan sementara sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia yang diikuti dengan mengajukan saran tertulis kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya untuk mencabut izin praktek selama-lamanya :
- 3 bulan untuk pelanggaran ringan
- 6 bulan untuk pelanggaran sedang
- 12 bulan untuk pelanggaran berat
Penanganan terjadinya malpraktek sebenarnya sudah dibatasi pada kode etik kedokteran Indonesia. Namun adanya kode etik ini belum memasyarakat, sehingga masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mengerti dan belum jelas tindak pidana yang termasuk dengan malpraktek dan tindak pidana yang tidak termasuk malpraktek.
Tidak tersedia versi lain