CD-ROM
Hak perwalian anak hasil hubungan incest menurut hukum islam (CD)
Meskipun lembaga perkawinan sudah dikenal sejak berabad-abad yang lampau dan norma-norma sudah begitu mendarah daging di masyarakat, namun sampai kini masih banyak dijumpai adanya peristiwa-peristiwa hubungan diluar nikah. Adanya perilaku menyimpang yang merupakan suatu kenyataan, masih tetap tidak dapat diterima masyarakat sekalipun kejadiannya tidak mengakibatkan ada pihak yang dirugikan. Dan lebih menyimpangnya lagi perbuatan hubungan diluar nikah itu dilakukan oleh seorang ayah terhadap anak kandungnya sendiri. Sosok yang seharusnya menjadi pelindung, pengayom, pendidik, menjaga, mendampingi, menafkahi, menjadi wali, menanamkan aqidah tauhid dengan teganya “memakan” anak yang merupakan hasil buah perkawinan antara ia dengan istrinya sendiri, dimana perbuatan tersebut lebih dikenal dengan istilah “incest”.
Ditengah-tengah sibuknya kita melaksanakan pembangunan atau ditengah hiruk pikuknya orang membicarakan pengentasan kemiskinan, kita masih mendengar dari berbagai macam media telekomunikasi baik itu cetak ataupun elektronik dimana seorang ayah dengan teganya menggauli atau menyetubuhi anak kandungnya sendiri secara paksa dimana perbuatan itu dilakukan tidak hanya sekali akan tetapi berkali-kali yang mengakibatkan anaknya tersebut hamil dan kemudian melahirkan anak yang suci dan tidak berdosa; yang kemudian menjadi masalah yaitu mengenai status dan hak perwalian dari anak hubungan luar nikah tersebut.
Berbeda apabila hubungan diluar nikah tersebut dilakukan oleh dua orang yang tidak mempunyai hubungan darah, meskipun perbuatan itu adalah perbuatan dosa, akan tetapi apabila nantinya hubungan tersebut membuahkan hasil yaitu lahirnya seorang anak maka kedua orangtuanya dapat dinikahkan, sehingga status hukum anaknya tersebut menjadi jelas. Lain halnya apabila hubungan luar nikah itu dilakukan oleh ayah dan anak kandungnya dimana mereka memiliki hubungan darah yang sangat erat, sehingga apabila akibat hubungan tersebut lahir seorang anak maka kedua orangtuanya tersebut tidak akan dapat dinikahkan karena keduanya memiliki hubungan nasab. Hal ini dapat dilihat dalam surat An Nisa’ ayat 23 dan juga Kompilasi Hukum Islam pasal 39 ayat 1 poin a. hal ini tentunya akan berimbas kepada status anak hasil hubungan incest tersebut dimana anak tersebut hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu kandungnya sendiri seperti yang diatur dalam pasal 43 Kompilasi Hukum Islam, sehingga ayah kandung dan juga kakek dari anak hasil hubungan incest tersebut tidak dapat menjadi wali nikah terutama bagi anak perempuan.
Tidak tersedia versi lain